Arti Kehidupan
Tahukan kau Hayati! Aku ingin bercerita kepadamu tentang seorang ayah
dan anak. Suatu ketika seorang ayah yang hartawan mempunyai seorang anak yang
sangat dicintainya. Setelah genap usia anaknya 12 tahun dikirimnyalah putera
tersebut untuk belajar ilmu-ilmu kepada beberapa orang hebat di sebelah timur.
Selesai belajar di Timur dikirimnya pula ke Barat. Hampir 15 tahun si anak itu
meninggalkan kampung halamannya untuk mencari ilmu. Dan setelah genap usianya
27 tahun si anak pun pulang dengan segudang ilmu dan beberapa lembar ijazah
ternama telah ia dapatkan.
Pada wajahnya kelihatan sombong, sebab dia telah
mengetahui banyak ilmu. Orang lain dipandangnya saja seperti tidak ada
apa-apanya, lantaran mereka tidak mempunyai ilmu setinggi ia dan tidak memiliki
lembaran ijazah sebanyak yang ia kumpulkan.
Pada suatu masa, sang Ayah memanggil putera
duduk di dekatnya dan dia berkata: “Anakku sayang! Ayah lihat engkau terlalu
bangga dan sombong dengan keilmuanmu yang banyak. Namun rasanya satu hal yang
belum engkau ketahui dan belum engkau pelajari. Ilmu yang belum engkau pelajari
itu ialah ilmu yang akan melatih engkau supaya dapat mendengar perkara yang
tidak dapat ditangkap oleh telinga. Dan dapat melihat perkara yang tidak dapat
ditangkap oleh mata. Itulah inti dari segala ilmu. Dengan ilmu ini engkau dapat
mengetahui perkara yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.”
Dengan tercengang si anak menjawab: “Ilmu apakah
itu ayah? Belum pernah ananda mendengar, adakah ilmu semacam itu?”
“Ilmu yang akan ayah ajarkan itu serupa dengan
“ilmu tanah”. Dari tanah orang dapat membuat berbagai macam bentuk barang. Bila
engkau mengetahui rahasia tanah dan pembentukannya, niscaya engkau akan
mengetahui sifat segala barang yang dibuat dari tanah. Tahulah engkau jika ada
periuk, belanga, piala dan lain sebagainya, hanya namanya yang berbagai ragam
namun hakikatnya hanya satu, yaitu tanah. Demikian pula ilmu yang akan ayah
ajarkan ini. Jika engkau dapat mengetahui puncaknya, maka engkau akan
mengetahui segala sesuatu yang berasal daripadanya.”
Si anak menggeleng-gelangkan kepalanya, “Sudah
banyak guru tempat ananda belajar, 15 tahun meninggalkan kampung halaman, dari
pondok ke pondok, dari kampus ke kampus, belum ada yang mengajarkan ilmu
demikian kepada ananda.”
Kemudian si Ayah
melanjutkan:
"Ambil sececah garam,
masukkah ke dalam secangkir air dan bawa ke hadapan ayah besok pagi".
Pinta si ayah kepada anaknya yang paling dicintai itu.
Perintah itu dilaksanakan
oleh si anak dan di waktu subuh dia datang berjumpa kembali dengan ayahnya.
"Bawa kemari garam
kemarin". kata si ayah
"Hamba tidak sanggup
ayah. Garam itu telah lenyap di dalam air".
"Coba cicip air itu
dari atas dan katakan kepada ayah betapa rasanya".
"Asin!"
"Cicip di
tengah".
"Asin".
"Cicip yang sebelah
bawah".
"Juga asin,
ayah!".
"Tuangkanlah air itu
di pasir di halaman rumah, dan datang lagi ke hadapanku besok pagi!".
Besok pagi si anak datang
lagi. Mereka berdua pergi ke hadapan rumah menyaksikan bahwa air telah dihisap
oleh pasir dan yang tinggal adalah garam putih.
"Demikianlah jiwa
ragamu ini, nak!. Engkau tidak akan sadar bahwa kebenaran itu ada didalamnya.
Laksana garam ada dalam air. Itulah dia roh. Itulah dia nyawa. Itulah aku.
Itulah engkau. Renungkanlah anakku tercinta". Kata ayahnya sambil mencium
kening anak tercintanya.
Demikianlah kisah Si ayah
dan anak kesayangannya itu, Hayati!.
Si Anak telah banyak menuntut ilmu, dan telah banyak mengetahui rahasia. Namun
hanya satu yang belum dapat diketahuinya, yaitu Arti Hidup.
Posting Komentar untuk "Arti Kehidupan"