Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Time Value of Money dalam Ekonomi Islam




Pengertian Time Value Of Money

Time value of money atau nilai waktu uang adalah sebuah konsep yang menyebutkan bahwa uang sebesar satu rupiah yang dapat diterima saat ini adalah lebih bernilai dibanding satu rupiah yang baru akan diterima pada waktu yang akan datang. Karena uang tersebut akan memperoleh hasil yang lebih besar bila di investasikan, dibanding uang yang baru dapat diterima pada masa yang akan datang.
William R. Lasher mengemukakan bahwa time value of money didasarkan pada gagasan bahwa sejumlah uang di tangan seseorang saat ini bernilai lebih dari jumlah yang sama dijanjikan pada beberapa waktu di masa depan. Konsep nilai waktu uang ini sangat penting untuk dipahami oleh seorang manajer keuangan, karena konsep ini merupakan dasar untuk:
1.      Menghitung harga saham
2.      Menghitung harga obligasi
3.      Memahami metode Net Present Value
4.      Melakukan analisis komparatif antara beberapa alternatif
5.      Perhitungan bunga atau tingkat keuntungan
6.      Perhitungan amortisasi hutang dan lain-lainnya.

Banyak ahli ekonomi menganggap bahwa konsep present value merupakan dasar (corner stone) ilmu keuangan perusahaan. Atas dasar tersebut konsep nilai waktu uang sangat penting untuk dipahami oleh investor. Seorang investor akan lebih senang menerima uang Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) hari ini daripada sejumlah uang yang sama setahun mendatang. Jika ia menerima uang tersebut hari ini, ia dapat menginvestasikan uang tersebut pada suatu tingkat keuntungan sehingga tahun mendatang uang Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) telah menjadi lebih besar dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Dalam ekonomi konvensional itu disebut uang memiliki nilai waktu. Uang yang ada sekarang lebih disenangi daripada uang yang didapatkan pada waktu yang akan datang dalam jumlah yang sama disebut juga dengan time freference.

Time Value of Money dalam Ekonomi Konvensional
Nilai uang sangat dipengaruhi oleh waktu. Nilai waktu dari uang merupakan suatu pertimbangan yang kritikal dalam keputusan keuangan dan investasi dalam teori konvensional. Dalam teori konvensional diakui bahwa nilai waktu uang (time value of money) menjadi bagian penting dari suatu bisnis, karena tujuan berbisnis adalah laba, saat ini laba dapat diperoleh dengan menerapkan konsep nilai waktu uang dalam pengelolaannya. Apalagi jika dana bisnis tersebut didapatkan dari pihak ketiga seperti bank konvensional. Nilai waktu uang menjadi konsep sentral dalam teori keuangan konvensional.
Dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa perhitungan terhadap nilai waktu uang, perhitungan-perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: 

Tingkat Bunga 
Pandangan ekonomi konvensional terhadap adanya nilai waktu dari uang dapat membuat investor mempunyai kesempatan menyimpan uang yang diterima sekarang dalam suatu bentuk investasi dan mendapatkan bunga (interest).  Dengan adanya kepastian arus kas, tingkat bunga dapat digunakan untuk menyatakan nilai waktu dari uang.  Tingkat bunga memungkinkan untuk menyesuaikan nilai arus kas yang diterima atau dibayarkan pada waktu tertentu ke suatu waktu yang berbeda. Akan tetapi teori bunga merupakan sesuatu yang diharamkan dalam Islam. 

a.       Tingkat Bunga Sederhana
Dalam ekonomi konvensional tingkat bunga terbagi kepada dua, yaitu tingkat bunga sederhana dan tingkat bunga majemuk. Tingkat bunga sederhana (simple interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima berdasarkan pada nilai asli, atau nilai pokok, yang dipinjam atau dipinjamkan. Nilai mata uang dari tingkat bunga sederhana merupakan fungsi dari tiga variabel : jumlah uang yang dipinjam atau dipinjamkan atau nilai pokok, tingkat bunga per periode waktu dan jumlah periode waktu dimana nilai pokok tersebut dipinjam atau dipinjamkan. 

b.      Tingkat Bunga Majemuk
Tingkat bunga majemuk (compound interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima dari suatu pinjaman (investasi) ditambahkan pada nilai pokoknya secara periodik.  Menunjukkan bahwa bunga dari suatu pokok pinjaman juga akan dikenakan atau memperoleh bunga pada periode selanjutnya. Dengan demikian, bunga diterima dari bunga dan nilai pokok periode sebelumnya.
Pengaruh penggunaan tingkat bunga majemuk terhadap nilai suatu investasi setelah melewati masa tertentu sangat besar bila dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh tingkat bunga sederhana.  Perbedaan besar antara pengaruh tingkat bunga sederhana dan majemuk ini disebabkan oleh pengaruh bunga-berbunga atau bunga majemuk tersebut.  Konsep bunga majemuk dapat digunakan memecahkan berbagai masalah keuangan secara luas dalam ekonomi konvensional.

2.2.      Nilai yang Akan Datang (Future Value)
Uang yang ditabung hari ini (present value) akan berkembang menjadi sebesar future value karena mengalami proses bunga-berbunga (compounding). Jadi future value adalah nilai di masa mendatang dari uang yang ada sekarang. Future value dapat dihitung dengan konsep bunga majemuk dengan asumsi bunga atau tingkat keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi tidak diambil (dikonsumsi) tetapi diinvestasikan kembali. Nilai uang di masa mendatang (future value) ditentukan oleh tingkat suku bunga tertentu yang berlaku di pasar keuangan. 
2.3.      Nilai Sekarang (Present Value)

Present value atau nilai sekarang merupakan kebalikan dari future value  yaitu besarnya jumlah uang pada permulaan periode atas dasar tingkat bunga tertentu dari sejumlah uang yang baru akan diterima beberapa waktu atau periode yang akan datang. Jadi present value (nilai sekarang) menghitung nilai uang pada waktu sekarang bagi sejumlah uang yang baru akan kita miliki beberapa waktu kemudian.

          Proses mencari present value disebut dengan melakukan proses diskonto (discounting). Present value dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari suatu nilai yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang. Discounting adalah proses menghitung nilai sekarang dari sejumlah uang yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang. 

Time Value of Money dalam Perspektif Ekonomi Islam
Konsep nilai waktu uang telah sejak lama dipakai dalam ekonomi konvensional. Namun dalam sistem perbankan Islam, para sarjana Islam masih berbeda pendapat tentang konsep time value of money apakah diterima dalam Islam baik teori maupun praktiknya.

Konsep nilai waktu uang merupakan konsep dasar di bidang keuangan. Konsep ini memformulasikan bahwa uang saat ini lebih berharga daripada uang di waktu yang akan datang. Satu juta rupiah hari ini memiliki nilai lebih daripada satu juta rupiah di masa depan. Ada tiga alasan utama sekurang-kurangnya mengapa uang hari ini lebih bernilai dibandingkan masa yang akan datang, yaitu:

1.      Uang kehilangan nilainya dari waktu ke waktu

Daya beli uang terus jatuh terutama disebabkan oleh adanya inflasi dalam perekonomian. Sebagai contoh di Indonesia, uang seribu rupiah bisa membeli secangkir kopi di tahun 2000-an, tetapi hari ini seribu rupiah yang sama tidak dapat membeli secangkir kopi. Oleh karena itu nilai seribu rupiah jatuh selama bertahun-tahun.

2.      Uang memiliki biaya kesempatan

Jika seorang memiliki uang hari ini, ia dapat menginvestasikan uang tersebut dalam beberapa usaha bisnis, dengan demikian akan meningkatkan jumlah uang seseorang di masa depan. Dalam analisis konvensional, pendapatan bunga merupakan salah satu biaya kesempatan dari uang, namun pendapatan berbasis bunga adalah dilarang dalam Islam.

3.      Ketidakpastian arus kas masa depan

Arus kas masa depan adalah harapan saja. Oleh karena itu, arus kas masa depan tidak pasti dan berisiko. Orang menghargai arus kas sekarang lebih bernilai dibandingkan dari arus kas masa depan. 
Beberapa sarjana Islam berpendapat bahwa dalam konsep time value of money yang membenarkan pengambilan bunga atas pinjaman bukanlah fitur dalam sistem keuangan Islam. Namun, sebagaimana disebutkan di atas, beban bunga hanya salah satu biaya kesempatan (opportunity cost) yang tampaknya membenarkan nilai waktu dari uang dalam analisis konvensional. Islam mendorong seseorang untuk membayar utang orang lain sesegera mungkin. Hal ini khususnya biaya kesempatan yang dihadapi oleh si pemberi pinjaman. Oleh karena itu, banyak sarjana Islam berpendapat bahwa nilai waktu dari uang merupakan konsep yang berlaku di bidang ekonomi dan keuangan Islam. Islam mengakui kewujudan nilai waktu uang dalam aktivitas perekonomian atau transaksi keuangan yang dikontrakkan. Pengakuan ini dapat dibuktikan berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an, hadis dan pernyataan para fuqaha berkaitan dengan kebolehan kontrak murabahah.

Dalam kontrak murabahah, penjual menetapkan harga yang lebih tinggi secara tangguh dibandingkan harga tunai. Alasan penetapan kenaikan harga dalam kontrak murabahah yang dikemukakan oleh para fuqaha adalah faktor tangguh (al-‘ajal). Alasan ini menunjukkan bahwa fuqaha memperhatikan pengaruh dimensi waktu al-‘ajal (tangguh) atas harga barang.

Adapun asas terhadap wujudnya nilai waktu uang dalam Islam adalah sebagai berikut:
1.      Konsep keutamaan nilai waktu (tafdhil al-zaman)

Para fuqaha telah membincangkan masalah nilai keutamaan waktu lebih awal daripada sarjana ekonomi Barat. Fuqaha menyatakan bahwa waktu sekarang adalah lebih berharga dan bernilai dibanding dengan waktu yang akan datang. Namun begitu, setelah munculnya sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan riba yang menjadi konsep keutamaan nilai waktu ini sebagai justifikasi menghalalkan riba, maka sarjana Islam menolak konsep ini dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan suatu konsep riba.

Pakar ekonomi telah mengakui bahwa waktu mempunyai nilai komersial dalam ekonomi yang dapat mempengaruhi harga barang, bahkan Islam juga mengakui hal yang sama. Namun dalam hal ini, Islam mempunyai pandangan yang berbeda dengan analisis ekonomi konvensional. Meskipun para sarjana Islam berbeda pendapat mengenai penerimaan konsep positive time preference (PTP) dalam Islam.
Perbedaan pendapat terjadi pada saat suatu rate tertentu digunakan sebagai faktor diskonto. Mereka yang tidak menerima konsep ini adalah karena Islam tidak membolehkan riba, dan pihak lainnya yang menerima konsep ini adalah berdasarkan adanya praktek penjualan dalam bentuk bai’ as-salam, murabahah atau bai’ al-muajjal yang ternyata tidak dilarang dalam Islam.

Dalam praktek penjualan yang demikian, harga komoditi boleh berbeda dengan harga spotnya dengan adanya pelibatan waktu dalam proses pertukaran. Secara sederhana, terkadang ini dianggap bentuk pengakuan time value of money.  Apa yang diterima oleh Islam mengenai konsep positive time preference (PTP) adalah bahwa waktu sekarang adalah lebih bernilai daripada waktu yang akan datang yang menyebabkan penggunaan barang pada waktu sekarang lebih diutamakan penggunaannya pada waktu yang akan datang. Hal ini sesuai dengan dalil al-Quran sebagai berikut:
خلق الانسان من عجل سأوريكم ءاياتي فلا تستعجلون (الأنبياء : 37)
Artinya: manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. kelak akan aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (QS. al-Anbiya’ : 37)

Ayat ini bermaksud seolah-olah manusia diciptakan daripada sifat al-‘ajal, karena manusia bersifat segera tanpa tangguh dalam banyak perkara. Ini menunjukkan manusia mengutamakan waktu sekarang dibandingkan dengan waktu yang akan datang karena ia lebih cepat daripada waktu yang akan datang. Allah swt juga berfirman dalam ayat yang lain:
كلا بل تحبون العاجلة (القيامة : 20)
Artinya: sekali-kali janganlah demikian. sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia (yang cepat habisnya). (QS. Al-Qiyamah: 20)

Ayat ini menunjukkan bahwa manusia suka kepada hal-hal duniawi yang bersifat segera.
Akal yang rasional juga menerima hakikat bahwa tafdhil al-zaman (keutamaan waktu) adalah fitrah manusia. Keadaan ini boleh dilihat dalam kehidupan seseorang yang senantiasa mengutamakan waktu sekarang dibandingkan waktu yang akan datang. Seorang pekerja yang menerima gaji setiap awal bulan sudah tentu tidak mau gajinya ditangguhkan beberapa bulan ke depan. Begitu juga pemberi sewa rumah yang telah membuat perjanjian dengan penyewa rumahnya bahwa pembayaran akan dilakukan setiap awal bulan tentu tidak mengutamakan pembayaran sewa di akhir bulan.

2.      Kebolehan menaikkan harga barang disebabkan tangguhan

Kebolehan menaikkan harga disebabkan tangguhan (al-‘ajal) juga membuktikan bahwa waktu juga mempunyai nilai ekonomi yang dapat diberikan imbalan (‘iwadh) dalam bentuk uang. Meskipun terjadi perdebatan di kalangan fuqaha, namun mayoritas ulama berpendapat bahwa menaikkan harga barangan disebabkan faktor penangguhan bayaran yang terjadi dalam berbagai kegiatan jual beli dan transaksi bertangguh seperti bai’ bi thaman ‘ajil dan bai’ al-inah adalah hukumnya boleh. Mereka bersandarkan dalil dari al-Qur’an ayat 275 surah al-Baqarah dan hadis-hadis yang membolehkan jual beli tangguh serta bayaran yang lebih daripada jual beli tunai.
Oleh karena jual beli bayaran secara bertangguh adalah boleh, maka jelaslah bahwa tangguhan dalam jual beli seperti ini merupakan waktu mempunyai nilai ekonomi yang mendasari kewujudan nilai waktu uang dalam ekonomi Islam.

3.      Kaidah fiqh yang berkaitan dengan nilai waktu uang
Kewujudan nilai waktu dari uang juga boleh dibuktikan dengan asas yang lain yaitu kaidah fiqh yang sering dibahas oleh fuqaha, di antara kaidah tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Kaidah  يغتفر في الشيء ضمنا ما لا يغتفر فيه قصدا

Kaidah di atas menjadi asas kewujudan nilai waktu uang dalam ekonomi Islam karena ia membedakan antara bayaran lebih (ziyadah) yang dikenakan melalui akad al-qardh (pinjaman) dan yang dikenakan dalam akad ba’i al-mua’ajjal. Sebagai contoh al-ziyadah (tambahan) yang dikenakan dalam al-qardh disebabkan tangguhan (al-ajal) bersifat khusus dan terasing (mustaqil) dari nilai asal pinjaman, tetapi tambahan bayaran dalam bai al-mua’ajjal yang disebabkan tangguhan adalah bersifat mengikut barang yang dijual (tabi’ li al-mabi’) dan tidak terasing dari barang jualan tersebut. Kewujudan nilai waktu dalam bentuk yang disebutkan di atas mempengaruhi harga barang yang dijual. Namun begitu nilai waktu dalam hal ini tidak digantikan dengan al-‘iwadh secara khusus dan terasing seperti dalam akad qardh.
b.     Kaidah الخراج بالضمان 

Kaidah di atas bermaksud sesuatu manfaat atau hasil yang berasal daripada sesuatu yang dibeli adalah hak milik pembeli sebagai imbalan (al-‘iwadh) kepada tanggungjawabnya terhadap risiko bagi kepemilikan barang tersebut. Dengan itu, kaidah ini terpakai dalam bai al-mua’ajjal untuk menunjukkan kewujudan nilai waktu uang dalam aktivitas perdagangan, karena jual beli jenis ini masih tidak keluar dari hukum dan kaidah-kaidah dalam jual beli seperti khiyar dan keadaan yang mengakibatkan keuntungan atau kerugian. Keadaan ini menyebabkan bai’ muajjal juga mengalami risiko dan penjual dalam hal ini harus menanggung risiko seperti dalam akad-akad jual beli yang lain. Risiko yang akan ditanggung oleh penjual membolehkan untuk mengenakan harga yang lebih tinggi disebabkan tangguhan dan kelebihan harga dikira sebagai keuntungan yang boleh.
c.       Kaidah التابع لا ينفرد بالحكم 

Kaidah ini bermaksud sesuatu yang bersifat tabi’ tidak perlu diasingkan dari segi hukum yang diperuntukkan untuk al-matbu’. Seperti penjualan seekor binatang yang mempunyai kandungan di dalam perutnya. Anak dalam kandungan binatang tersebut juga dikira telah dijual bersama dengan akad jual beli ibunya dan akad yang baru tidak perlu dibuat untuk menjual kandungan binatang tersebut karena ia mengikut tabi’ hal keadaan ibunya yang telah dijual. Menurut kaidah ini barang jualan (al-mabi’) sebenarnya bertindak sebagai matbu’ yang hukumnya diaplikasikan juga ke atas matbu’ yaitu waktu.

Oleh karena itu, kaidah ini menjelaskan bahwa waktu sebenarnya tidak mempunyai harganya yang tersendiri dan terasing dari harga barangan yang dijual karena waktu itu sendiri bukanlah al-mal (harta) yang boleh diperdagangkan, sebaliknya waktu mempunyai harga dan nilai ekonomi apabila disertakan dengan penjualan barangan lain. Artinya nilai waktu uang sebenarnya wujud secara tidak langsung (indirect) disebabkan harganya secara tidak langsung juga termasuk di dalam harga barang yang jual dan barang yang dijual juga secara langsung.
          
         Time value of money sangat erat kaitannya dengan riba, karena waktu diberikan nilai harga secara tersendiri bisa menyebabkan terjadinya riba al-nasiah. Aplikasi nilai waktu uang yang seperti ini dapat dilihat dalam kontrak pinjam-meminjam atau sewa menyewa yang mengenakan bunga sebagai keuntungan karena nilai bunga yang dikenakan adalah semata-mata imbalan kepada al-ajal. Oleh karena itu al-ajal dalam hal ini adalah diharamkan oleh syara.

Aplikasi konsep nilai waktu uang haruslah bebas dari unsur-unsur riba, namun nilai waktu uang tidak dianggap riba jika waktu tersebut diberikan imbalan uang secara bersama-sama atau secara tidak langsung seperti dalam jual beli tangguh dan kontrak murabahah. Dalam jual beli ini, dimensi waktu al-ajal diberikan imbalan uang secara bersama dengan harga barang yang dijual secara tangguh. Kewujudan harga barang tersebut menyebabkan dimensi waktu al-ajal tidak diberikan imbalan uang secara tersendiri atau sebaliknya imbalan uang diberikan secara tidak langsung. Situasi ini ternyata bebas dari unsur riba yang dapat membawa kepada unsur negatif.

Meskipun waktu boleh diberikan nilai uang namun tetap tidak dianggap sebagai harta (al-mal) karena waktu tidak memenuhi kriteria al-‘ainiyyah yang harus ada pada setiap sesuatu yang dikatakan al-mal (harta). Sebaliknya waktu hanya mempunyai nilai harta (qimah al-mal) yang disebut juga maliyah al-zaman sehingga layak untuk diberikan imbalan dalam bentuk harta (al-‘iwad al-mali).

Konsep dan aplikasi nilai waktu uang (time value of money) dalam Islam berbeda dengan sistem konvensional, meskipun kedua-duanya menghasilkan tambahan ke atas harga barang yang dikontrakkan. Tambahan (ziyadah) yang dihasilkan melalui pemakaian konsep nilai waktu uang dalam Islam tidak dianggap sebagai riba yang diharamkan. Tetapi tambahan yang didapatkan dari aplikasi nilai waktu uang dalam sistem konvensional dianggap riba hakiki.

Konsep nilai waktu uang mempunyai ciri yang berbeda antara penggunaannya dalam Islam dan sistem konvensional. Perbedaannya yang paling menonjol adalah dalam Islam bahwa uang bukanlah komoditas, dan juga nilai waktu uang dalam sistem konvensional membolehkan riba yang jelas diharamkan dalam Islam.

Referensi:

Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi: Uang dan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001)
William R. Lasher, Financial Management: a Practical Approach, (USA: Thomson South-Westren, 2008).
Lukas Setia Atmaja, Teori dan Praktik Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008).
Indriyo Gitosudarmo dan Basri, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2002).
Manahan P. Tambulon, Manajemen Keuangan: Konseptual, Problem dan Studi Kasus, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005).
James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan, (Terj. Dewi Fitriasari dkk), (Jakarta: Salemba Empat, 2005).
International Shari’ah Research Academy for Islamic Finance, Islamic Financial System: Principles and Operations, (Kuala Lumpur: Isra, 2012).
Mohamed Fairooz bin Abdul Khir, Konsep Nilai Masa Wang dari Perspektif Islam dan Aplikasinya dalam Produk-Produk Perbankan Islam di Malaysia, (Disertasi yang tidak dipublikasi), (Kuala Lumpur: University Malaya, 2011).
Iggi H. Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal : Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003)
Jalaluddin Muhammad, Tafsir al-Jalalain, (Beirut: Maktabah al-Salafiyah, t.t)
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, Jilid II, (Kairo: Dar al-Shabuni, t.t)
ikhwanmauluddin
ikhwanmauluddin with word and action

Posting Komentar untuk "Time Value of Money dalam Ekonomi Islam"